Walter Mitty: Tableau of Secret


Masuk dalam dunia film tidak berhenti pada apresiasi tentang “ke-bagus-an” sebuah film. Apresiasi tidak berhenti pada kata bagus. Sebab, kategori bagus hanya pantas diletakan pada etalase tampakan sebuah karya film. Film akan sejatinya elok apabila diselam di kedalaman nilai bahkan ideologi yang tersembunyi di dalamnya.

Film dimengerti sebagai art of presence. Film sering kali mengangkat realitas menjadi cerita. Film itu juga bercerita tentang realitas. Di sini, moment nostalgia sekaligus postalgia menubuh jadi satu untuk menggiring hasrat spectator masuk dalam alam narasi sebuah film. Film dibuat bukan untuk memuaskan dahaga dan hasrat spectator, malainkan menuntun spectator mengenali hasratnya.

Selain aspek-aspek teknis artistik, cerita menjadi sangat penting untuk melihat “hasrat” yang terjadi dalam film. Di situlah apresiasi pada mulanya muncul ke permukaan. Karenanya, sinopsis akan membantuk kita untuk melihat lapisan-lapisan atas sebuah film, sebelum masuk pada lapisan dasar sebuah film.

Sinopsis
Film The Secret Life of Walter Mitty (2013) disutradarai oleh Ben Stiller yang juga menjadi pemeran tokoh utama dalam film tersebut. Film ini bergenre jenaka karena berbalut fantasi-fantasi unik yang sering kali masuk dalam “realitas” film.

The Secret Life of Walter Mitty bercerita tentang kehidupan seorang Walter Mitty (Ben Stiller). Ia adalah seorang Kapala Bagian Aset Negatif Film Kamera Foto pada sebua perusahan media massa, Majalah LIFE. Perusahaan ini mengalami akuisisi. Akibatnya perusahaa harus mengalami restrukturisasi dan mengubah LIFE menjadi majalah online. Banyak pegawai diberhentikan. Semua itu merupakan konsekuensi logis dari proses akuisisi perusahaan media.

Majalah LIFE harus menerbitkan edisi cetak terakhir yang spesial. Isi dan cover majalah harus benar-benar spesial dan bernas. Seorang fotografer kepercayaan LIFE, Sean O’Connell (Sean Pen), sudah mengirimkan negatif ke perusahaan yang akan disiapkan sebagai cover akhir LIFE cetak. Walter Mitty sebagai Kepala Bagian Negatif harus menyiapkan negatif tersebut. Akan tetapi, ketidakcermatan membaca pesan Sean O’Connell membuat proses penyiapan negatif tersebut menjadi panjang. Ketidakcermatan tersebut boleh jadi akibat dari tubrukan realitas kehidupan pribadinya. Di antaranya, soal pasangan hidup, penjualan aset keluarga, tagihan-tagihan dan resiko akuisisi. Lantas, tableau persoalan kehidupan pribadi itu membuat pesan singkat penting Sean O.Connell di ulang tahunnya ke-42 tampak samar.

Negatif nomor 25 yang menjadi bakal cover LIFE edisi cetak spesial dianggap hilang. Ted Hendricks (Adam Scott) sebagai manager transisi perusahaan mendesak Walter Mitty untuk segera memberikan negatif itu. Walter Mitty harus menemukannya. Pencarian negatif nomor 25 mengantarnya pada petualangan yang panjang. Petualangan itu dilakukan untuk menemukan Sean O’Connell melalui jejak-jejak yang ditinggalkannya. Melalui dorongan rekan kantor sekaligus dambaannya Cheryl Melhoff (Kristen Wiig), Walter mulai melakukan petualangan mulai dari penerbangannya ke Greenland, Islandia dan Afganistan. Petualangan itu membuatnya berhasil menemukan jejak O’Connell.

Kecermatan membaca tanda pada jejak yang tinggalkan oleh O’Connell, Walter Mitty pun berhasil menemukannya di Afganistan. Dari situlah, Walter Mitty menemukan jawaban bahwa ternyata baru saja ia membuang negatif nomor 25 di dalam dompet yang kirim O’Connell kepadanya sebagai hadiah ulang tahunnya. Tetapi melalui ibunya yang hebat, Walter Mitty berhasil mendapatkan kembali dompet yang disimpan ibunya. Negatif nomor 25 diselipkan di dalam dompet dan akhirnya diberikan kepada redaktur LIFE untuk dicetak sebagai cover spesial dan terakhir.

Di akhir majalah LIFE cetak, Walter Mitty tidak lagi menjadi karyawaan perusahaan media tersebut. Meskipun begitu, ia berhasil mendapatkan cinta pujaannya Cheryl Melhoff.

Tableau of “Secret”
Film The Secret Life of Walter Mitty merupakan karya cinematografi yang adaptasi dari sebuah cerpen dengan judul yang sama, ditulis oleh seorang sastrawaan James Thurber. Cerpen tersebut pertama kali dipublikasikan di The New Yorker pada 18 Maret 1939.

Kemudian, Ben Stiller sebagai sutradara secara menarik menceritakan The Secret Life of Walter Mitty dalam karya film. Cerita dalam film tersebut bukanlah cerita tentang seorang maniak berfantasi atau berkhayal. Fantasi yang tervisualisasi secara baik dalam film tersebut menghadirkan injeksi “pseudo-realitas” bagi Walter Mitty. Di sini, fantasi berfungsi sebagai perwujudan gorong-gorong hasrat (desire) yang selalu muncul. Hasrat itu bermama biak dalam kesendiran dan kesepian. Dengannya, hasrat untuk memiliki pasagan hidup (Cheryl Melhoff) membuat walter harus melawan “ketakberdayaan”-nya dalam mendekati pujaannya. Ia harus menggunakan wadah dating online untuk mendekati pujaannya. Fantasi yang selalu muncul dalam proses mendekati pujaannya adalah sebuah mekanisme diri untuk bebas dari realitas ketaberdayaannya. Fantasi itu pun berfungsi sebagai perangkat “tune up” diri keluar dari inferiority complex.

Secara psikoanalisi, tokoh Walter Mitty sesungguhnya terjebak dalam proses subyektivikasi simbolik yang gamang. Tubrukan injeksi kategori regulasi sosial membuatnya harus terkurung dalam subyek (dirasa) kurang ideal. Adagium “life begins at fourty” membuatnya kelimpungan. Di usianya yang sudah 42 ia belum menapaki kehidupan berumah tangga. Pasangan hidup di usia tersebut merupakan syarat dalam usia kedewasaan. Walter Mitty pun dikurung dalam karakter kekanak-kanakan melalui simbol permainan kecil (boneka).

Permainan simbol beneka dan fantasi hendak menunjukan fase the Lacanian imaginary subyek Walter Mitty belum selesai. Ia masih menggotong ego ideal untuk membentuk subyeknya sendiri. Bercermin pada tokoh-tokoh heroik (boneka dan tokoh fantasi) menjadi simptom dalam proses imaginary tersebut. Dengan begitu, turbulensi untuk masuk ke proses the Lacanian simbolic pun semakin kencang.

Untuk menjadi subyek yang otentik dalam proses simbolik, Walter Mitty pun harus keluar dari determinasi regulasi the simbolic (perusahaan, keluarga). Alienasi itu dilakukan dengan penjelajahan panjang (Greenland, Islandia dan Afganistan). Dari situlah tanggung jawab dan pengakuan (recognition) diperoleh. Pengakuan itu diperoleh dari Sean O’Connell dan termuan negatif nomor 25 menjadi menjadi simbol tanggung jawab. Kedewasaan muncul di situ.

LIFE edisi spesial pun tercetak. Bersamaan dengan itu Walter Mitty mendapatkan tambatan hatinya, Cheryl Melhoff. Kehadiran Cheryl Melhoff “di-sampingnya” merupakan rangkaian pengakuan yang setali tiga uang. Bahwa perjuangan untuk mendapatkan pendamping bukanlah perkara mudah. Sesawi cinta harus jatuh dan ditanamkan untuk kemudian tumbuh. Hanya perjuangan riil-lah yang mengajarkan realitas “I fall in love”. Sementara online dating (E-Harmony) hanya membuat realita cinta menjadi mudah, “in love without fall”. Padahal, realitas cinta adalah realitas perjuangan, kejatuhan, sakit, bahagia et cetera.

Selain itu, moto LIFE “To see the world, things dangerous to come to, to see behind walls, draw closer, to find each other and to feel. That is the purpose of life” menjadi injeksi suplemen ideologis dalam film. Tentu ideologi tidak dimengerti sebagai katalog narasi besar. Ideologi hadir dan tersublim dalam praktik realitas day by day. Walter Mitty melakukan itu dalam cerita setiap scene film.

Akhirnya, film The Secret Life Of Walter Mitty menampilkan perjuangan atau subyektivasi tokoh untuk menjadi diri yang otentik. Subyektivasi itu sendiri sering kali harus bertubrukan dengan nilai-nilai masyarakat atau lembaga (the simbolic). Akan tetapi semua itu harus dijalani dengan penuh gigih dan semangat. Semua itu hanya untuk menemukan nilai tersembunyi dalam kehidupan itu sendiri. Nilai itu kadang sangat dekat tetapi orang kurang menyadarinya. Nilai itu adalah sumber kebahagiaan. Di antaranya adalah pengakuan dan cinta.

Djogja, Juli 2014
Alfred Tuname




Komentar