Hakim dan Celananya

Tak kusangka,
Orang yang berbicara denganku, seorang hakim]

Dari mana pak?
Bukan dari sini.
Belanja pak?
Bukan. Lihat-lihat saja.
Cari apa pak?
Celana.
Panjang atau pendek?
Panjang, pendek, sama saja.
Oh ya?
Yang penting senang.
Senang panjang dan pendek?
Bukan soal itu.
Apa?
Baru.
Kenapa?
Baru itu sempit.
Enak sempit?
Iya. Sempit resletingnya bagus.
Yang lama rusak pak?
Bukan. Longgar. Resletingnya karat.
Semua koleksi sudah longgar pak?
Tidak semua. Hanya resletingnya karat.
Ada koleksi favoritnya pak?
Iya. Di rumah.
Trus,  yang ini pak?
Ini baru. resletingnya bagus.
Tak suka pakai yang favorit pak?
Suka. Resletingnya tak berkarat. Hanya longgar.
Oh ya?
Iya, soalnya jarang kupakai.
Trus cari lagi?
Coba nyari sendiri. Biasanya orang yang tawar.
Jarang beli sendiri pak?
Iya. Biar ada varasi.
Maksudnya pak?
Senang panjang, ya panjang. Senang pendek, ya pendek.


[Pak tua ini senyum-senyum. Matanya tetap melihat-lihat celana.
Tiba-tiba, pria berbaju hitam, tinggi, mendekat]


Pak, novum dan utusan daerah sudah di mobil.
Celana?
Pendek, baru, sempit dan resleting baru di kursi belakang.
Okay!!!

[Pak tua itu bergegas. Ia memegang celananya]


Mas, aku pakai celana dulu yah.
Oh, monggo pak. Aku ngeretek aja di sini.

[Seorang hakim, tak kusangka]


Djogja, November 2013

Komentar