Kita bertemu di bibir muara
setelah air sungai mengangkut material kata, menenggelamkan raga dan
menggelembungkan akal. Baru beberapa waktu yang lalu bajir itu. Kau sudah
menamparku dengan balok akal dari sisa-sisa kisah genangan banjir. Mungkin
benar. Juga baik. Mungkin saja kau sedang memahat rakit. Kau sedang hendak
masuk samudera. Nanti, rakit itu kau pakai.
Tak segaja, balok itu mengenaiku.
Rakitku juga urung rampung
mengapung. Butuh beberapa balok lagi untuk merapatkan pelepah-pelepah nalar.
Pencarian itu membuatku lelah lelap di atas pasir. Balok yang berlabuh di atas
pelipis membuatku terjaga. Kupakai saja balok itu untuk rakitku.
Sekarang,
di mana samuderamu, kawan?
Djogja, Juli 2013
Alfred Tuname
Komentar
Posting Komentar