Rakit

                                                                                                       
-Untuk Max N.

Kita bertemu di bibir muara setelah air sungai mengangkut material kata, menenggelamkan raga dan menggelembungkan akal. Baru beberapa waktu yang lalu bajir itu. Kau sudah menamparku dengan balok akal dari sisa-sisa kisah genangan banjir. Mungkin benar. Juga baik. Mungkin saja kau sedang memahat rakit. Kau sedang hendak masuk samudera. Nanti, rakit itu kau pakai.  Tak segaja, balok itu mengenaiku.

Rakitku juga urung rampung mengapung. Butuh beberapa balok lagi untuk merapatkan pelepah-pelepah nalar. Pencarian itu membuatku lelah lelap di atas pasir. Balok yang berlabuh di atas pelipis membuatku terjaga. Kupakai saja balok itu untuk rakitku.

Sekarang, di mana samuderamu, kawan?

Djogja, Juli 2013
Alfred Tuname

Komentar