Saat Kau Terlelap

Malam hampir larut. Kau datang dengan betapa cantiknya kau. Kedatangan memberi keindahan pada sebentuk lukisan yang belum rampung. Indahmu memberi citra keindahan lukisan. Lukisan rasa. Lukisan rasa lebih dari gabungan bagian-bagian. Rindu, sayang, cinta, kasih and so on and so on. Dan intinya, kau sangat indah malam itu. Lebih indah dari lukisan yang ingin kudeskrispikan tentang dirimu.

Kau sudah hadir di gudangku. Sebuah labirin yang terbentang antara pikiran dan rasa. Itulah ruang kamarku. Tak ada apa-apa di sana. Hanya tumpukan-tumpukan kertas bertulis yang ditata membentuk forma tertentu. Dan kau sudah di sini. Dekat dengan rasa dan pikirku. Dekat dengan memoriku dan hatiku. Di gudang itu kita menyambung kata hingga menjadi cerita yang bukan berita.

Canda dan tawa menemani malam yang tak lagi hangat. Tetapi kebersaman itu membuat langit tak berbintang menjadi lebih hangat. Sementara alunan musik tak tahu malu terus meneriakan kita. Munkin saja mereka bercerita tentang kita pada gema yang membawa kabar kemana pun itu pergi.

Waktu pun mengerut. Malam sudah larut. Mata ayu menjadi layu. Pelan-pelan hanyut dalam lelah pandang. Kau terbaring. Kau terlelap di situ. Di kasurku. Seperti seorang bayi, kau terlelap tenang dan tersenyum seperti ada yang sedang kau pandang dalam lelapmu.

Kuterduduk dan diam. Buku di tanganku berubah jadi tak berarti. Dan aku hanya ingin memandangnya. Melihat wajahnya saat ia terlelap. Menatap matanya saat itu terkatup. Memandang bibirnya saat tak lagi tersenyum. Aku hanya ingin melihatnya. Menyaksikan keterpesonaan saat semuanya terdiam.

Djogja, 03 Juli 2011
Alfred Tuname

Komentar