Metamare: Genesis Romatis

                                                :Atred


Sepasang mata bola beradapan lekat memandang. Itu terjadi di suatu singkat waktu. Singkat waktu untuk cerita yang sementara masih singkat. Kontak emosi yang terjadi di lenggang waktu. Dan detik-detik waktu mengalir bersama deru nadi dan detak jantung. Hanya hati yang tahu saat sepotong baris kata malu-malu melaju ke permukaan. Permulaan pun mekar dari bunga yang lain menjadi layu dan terseret angin.

Seperti celebrasi ulang tahun, gema gembira timbul dari cuap-cuap cerita yang terseret timbunan waktu. Nikmatnya cerita lalu diseduh bersama lambungan syukur dan harapan akan usia yang baru. Ad multos annos, perjalan menuju usia yang panjang, selalu menjadi harapan di ujung bibir. Seperti itu juga rasanya genesis romansa itu. Keterpesonaan merajut bincang panjang di malam bahagia. Berlarut-larut tema singkat mempertemukan sinar mata. Malam itu adalah momen gembira. Canda dan tawa berpaling pada sentuhan raga. Di sanalah mekar rasa itu terjadi. Mekar-mekar lain pun berjatuhan. Hanya ada bungamu. Cerita lama bukan saja terseret usang tetapi juga tersumbat. Sejumput rasa yang tumbuh bekerja laksana kerja katup antara serambi dan bilik pada mesin jantung. Mungkin karena intensinya adalah serambi hatinya. Syukur pada momen keterpesonaan malam itu sembari menitipkan harapan pada ad multos malam berikutnya.

Jika tema malam adalah infinitivus maka temaran niat adalah coniugatio hingga menjadi sapaan panjang dengan declinatio yang ber-preapositio. Sebuah proses merajut kisah bersama dengan menasrifkan langgam verba. Berawal dari amare (cinta) menjadi amo lalu amanda berikut prefiksnya. memorandum pun berjudul “tersayang”. Memorandum lantaran verba sayang bersifat diplomatik. Atau bila deadlock, rem cakram berhenti pada garis klaim sepihak. Amare pun menjadi tema yang “metamare”. Artinya, penggunaan amare untuk membicarakan amare itu sendiri.  

Dengan sedikit keyakinan, amare bermetamorfosis menjadi amanda. Lambat laun keyakinan pasti menjadi kepastian. Seperti realpolitics, prosesnya menjadi reallove. Dan pada dasarnya, keyakinanlah yang mendorong tiki-taka festina lente. Bergegas dengan perlahan-perlahan. Khalil Gibran sudah lama bermaklumat bahwa cinta datang bukan lantaran lamanya pendekatan tetapi kecocokan. Atau karena cocok proses (pendekatan) pun tak perlu harus mengunya waktu lama. Cocok sendiri adalah ziarah sentimental. Dan jika membaca naskah klasik The Importance of being Earnest, Oscar Fingal O’Flahertie Wills Wilde atau Oscar Wilde (1854-1900) melalui lakon Algernon berujar “...as far as the piano is concerned, sentiment is my forte”. Forte bisa diterjemahkan menjadi kecocokan. Cocok itu sendiri adalah negoisasi. Negoisasi masuk dalam medan diplomasi dua pribadi yang ingin saling sambung. Bangunan relasi intra-personal dirancang dalam struktur negoisasi yang diplomatis mengingat masing-masing subjek pribadi adalah unik.

Tentu saja relasi dua subjek, laki-laki-perempuan, yang dilplomatis itu bergerak tidak statis. Rentang-perentangnya mengikuti suasana dan kejadian yang melibatkan dua insan berbeda tersebut. Seperti grafik kurs mata uang, gerakan relasi tersebut mengalami volatilitas. Naik-turun dan rapat-renggang. Pakemnya uncertainty. Romantisme relasi selalu uncertainty, tak ada kepastian. Dan lagi-lagi Oscar Wilde, “the very essence of romance is uncertainty”. Dan memang selalu begitu. Walau pun demikian, watak uncertainty itulah yang menjadi garansi hasrat selalu ingin bersama. Paling tidak, kerinduan selalu menyusup dalam dada saat sepi dan berjarak.

Begitulah kita. Muda menulis roman percintaan pada realitas. Realitas selalu lebih mudah dari apa yang dikawatirkan. Jalani saja. Jika mau bertanya, tanyakanlah pada diri sediri. Apa yang terjadi pada tokoh roman di omega dan alfa hari? Jawabannya adalah dia yang tercinta akan selalu diingat terakhir menjelang tidur dan paling awal melintas di pikiran saat bangun pagi. Pikiran itu membuka jendela mimpi dan pintu ruang rindu.

Sementara itu, mimpi dan rindu hanyalah kreasi lukisan di ruang gelap. Ia masih tersekap dalam perentesis anganan. Lukisan menjadi paripurna saat kebersamaan mesra dalam cakrawala. Lukisan itu bukan karya seniman yang egois, sepi di laboratorium kreativitas dan ilham. Lukisan itu hasil arsiran bersama dua insan. Lukisan itu adalah kebersamaan itu sendiri sebab lukisan indah adalah paduan bagian-bagian yang partikular yang dibingkai dalam kebahagiaan. Kebersamaan pun menetaskan kebahagiaan. Kebahagiaan adalah tujuan sebab life is a banquet. Adalah aneh jika “she would love me at the cost of her happiness and I would love her at the cost of my happiness, and so you've got two unhappy people, but long live love!” Ini adalah kekhawatiran Anthony de Mello dalam karya terbaiknya Awareness. Dan kita saling mencintai karena bahagia. Bukan terpaksa pun terpaksa. Dengan begitu, sentuhan menjadi pemberian yang tulus sekaligus indah. Satu hal yang lagi, si me besas, moriré de felicidad. Thanks Love. Sebab cinta, seperti syair Dante Alighieri, kuceritakan pada dunia bahwa “l’amor che move il sole e l’atre stele...” Cinta yang menggerakan mataahari dan bintang gemintang.


Djogja, 07 Juli 2011
Alfred Tuname

Komentar