"Mereka mengerti bahwa kita - atau mereka - djikalau ingin mendjadi satu bangsa jang besar, ingin mendjadi bangsa jang mempunjai kehendak untuk bekerdja, perlu pula mempunjai "imagination": "imagination" hebat, Saudara-saudara!!!"
-Soekarno, pidato di Semarang 29 Juli 1956
Suatu sore di hall salah satu kampus di kota pelajar ini saya berbagi kata dengan seorang slanker. Dari sari pembicaraannya, saya mendapat kesan dia seorang Slanker sejati. Aksesoris ada nomor sekian. Pernak-pernik dan style hanya memberi aksen tambahan pada para slanker. Yang penting isi kepala; falsafah dan tindakan. Teman bicaraku ini berpenampilan seperti biasanya. Tak ada aksesoris apa pun yang dikenakan atas perangkat tubuhnya. Tetapi ia seorang slanker.
Pertemuan dengan teman slanker tersebut terjadi dalam situasi yang tidak diduga dan tanpa rencana. Rencananya saya hanya menemani seorang perempuan cantik. Ia cantik karena smart and nice. Smart karena pribadinya yang ceria dan hangat. Nice karena hatinya baik. saya menemaninya membeli sandal, pengganti sandal lamanya yang putus di jalan. Dan memperhatikan dia dan sahabat-sahabatnya sedang asik mendekor sebentuk media seni. Mereka akan menggunakan media itu untuk sebuah pertunjukan teater (performing art) menyambut hari anti-narkoba sedunia yang jatuh pada tanggal 26 Juni 2011. Mereka diajak panitia untuk terlibat dalam kegitan tersebut. Masih ada senyum yang manis di tengah keletihan mereka malam itu. Kesanku mereka semua baik.
Dalam menyambut hari anti-narkoba nasional, sekelompok massa anak muda akan melakukan long march menuju Jogja nol kilomenter. Long march akan diisi dengan rentetan acara, orasi seruan “no drugs” dan perform art serta malam hiburan. Kegiatan ini di-manage oleh teman-teman muda yang tergabung dalam bendera Slanker Djogja. Slankers Djogja menjadi panitia yang men-handle dan bertanggung jawab atas kegiatan ini. Untuk mensukseskan acara ini, teman-teman panitia mengajak teman-teman muda yang bisa diajak untuk bekerja sama. Seorang Slanker bercerita bahwa meng-handle sebuah kegitan di bawah bendera slanker memang makan hati. Terlalu banyak kendala yang mesti dihadapi. Kendala tidak membuat panita patah arang. Mereka optimis acara akan berjalan lancar dan penuh gairah muda. Kendala itu datang dari stereotipe usang yang dilabelkan pada algojo-algojo band fenomenal, SLANK.
Siapa yang tidak mengenal Slank? Slank yang dibentuk pada tahun 1983 akhirnya mendapatkan formasi akhir dengan personil tetapnya Bimbim (drum), Kaka (vokal), Ridho (gitar), Ivanka (bass), dan Abdee (gitar). Pasang surut dan dinamika kehidupan anak band membuat slank menjadi salah satu band papan atas dengan bayaran selangit. Pernah terjebak dalam kubangan lumpur narkoba tidak membuat mereka patah arang. Mereka bangkit. Tanpa narkoba ternyata mereka mampu berkarya dan bahkan justru lebih baik dan lebih matang. Dengan mengusung jalan rock and roll, Slank menciptakan lagu yang enak didengar. Terjemahan lirik-lirik dalam lagu mengajak masyarakat menyadari keadaan sosial dan politik sembari bersama-sama mencari solusi yang pas dan win-win. Syair-syair kritik sosial dan kritik elite pernah membuat Slank hampir digugas dewan legislatif. Tetapi, terang selalu mengalahkan gelap. Dewan legislatif urung menggugat Slank karena apa yang dikatakan “gossip mafia ‘uud’” ternyata benar-benar terjadi.
Slank yang fenomenal mendapat tempat di hati masyarakat, khususnya generasi muda. Generasi muda yang muak dengan kemunafikan dan belenggu aturan-aturan yang masih berwajah feodal. Generasi muda ini menabiskan diri mereka sendiri dengan julukan Slanker. Mereka mengikuti apa saja yang menjadi filosofi band Slank berikut aksesoris-aksesorisnya. Slanker menyebar luas di seluruh tanah nusantara bahkan manca negara. Semua satu dalam filosifi dan prinsip.
Slanker adalah kumpulan anak muda yang kreatif dan optimis. Mereka lebih terbuka dan spontan. Mereka punya sikap sosial yang tinggi dan empati yang tinggi pada penderitaan sesama rakyat. Mereka tidak “slengean” seperti yang didakwa oleh masyarakat “feodal elitis”. Mereka justru memberi warna yang indah pada masyarakat yang hampir pucat oleh kemunafikan dan layu oleh rutinitas.
Realitasnya, para Slanker masih saja kurang mendapat simpati. Setidaknya, dari pertemuanku dengan seorang Slanker, diperoleh banyak cerita perlakuan itu. Perlakuan yang tidak enak itu seakan menjadi sanksi sosial kepada sejarah kelam anak muda Slank yang pernah tersandung narkoba dan sikap tidak terima terhadap gaya hidup anak muda “rock n roll” dalam masyarakat yang masih berbudaya feodal elitis. Erare humanum est. Bukankah kesalahan itu bagian dari manusiawi? Jangan bawa beban sejarah itu kepada generasi yang ingin hidup lebih bebas. Mari kita tetap tanamkan respectfull mind pada setiap orang. “healing the past, facing the furure”, begitu kata Nelson Mandela. Setiap orang pasti berubah, bukan?
Para Slanker ingin mengubah semua stereotipe yang dilekatkan di dada mereka. Menyabut hari anti narkoba sedunia 26 Juni 2011, para slanker, khususnya Slanker Djogja, akan menyerukan kepada generasi muda Indonesia untuk menjadi diri sendri tanpa narkoba. No drugs. Mereka mendukung agenda negara-negara sedunia untuk melakukan perang terhadap mafia-mafia narkoba. Dan ternyata, para slanker tidak saja menyerukan perang terhadap mafia narkoba, mereka juga berjuang untuk melawan praktek-praktik korupsi dan mafia peradilan dalam negeri. Bersama rakyat, Slank, Slanker dan anak muda kreatif ingin mewujudkan kehidupan bangsa Indonesia yang peace, love, unity and respect (PLUR). Indonesia tetap satu (una) dan harus bersatu. Untuk itu, Kita semua, Slank, Slanker dan lo harus grak!!!
Special thanks to “PKS”
Djogja, 22 Juni 2011
Alfred Tuname
Komentar
Posting Komentar