Angka itu terus berputar. Ia bertambah se-linear detik. Cantik, putaran itu tak mungkin kembali selama mata tak selamanya terkatub. Jam dinding hanyalah mesin pengingat detak detik. Berhenti ujungnya, tak berarti semuanya diam.
Lalu sementara angka itu tak diam, apa yang harus kuperbuat? Berkelahi dengan waktu hanya melunturkan rasa. Memutar mundur jarum jam pun tak berarti. Hanya menghibur diri. Tak bisa pula kusamakan angka. Tetap saja, angka kita berbeda.
Jika beda, apakah berarti jemariku tak boleh menyentuh keningmu lagi? Atau haruskah kuremas rindu ini lalu kutinggalkan pada tong sampah? Kutak mau semua ini. Kutak ingin semua ini. Biarlah kuremas jemarimu. Berjalan seiring menyambut langit biru.
Jogja, 27 Juni 2011
Alfred Tuname
Komentar
Posting Komentar