Anno Nuovo


Apa yang baru dengan tahun baru? Tak ada yang baru di tahun baru. Tahun baru hanya rutinitas pergantian yang terjadwal. Bahwa masa depan pasti akan ada lagi tahun baru. Baru mendefenisikan segala sesuatu yang belum ada sebelumnya. Itu pengertian leksikogragfis. Kamus besar bahasa indonesia. Sementara pergantian tahun dengan jumlah hari tertentu selalu sama selama tahun itu masih ada. Mungkin pengertian baru dalam frase tahun baru adalah angka tahun yang bertambah. Angka tahun terus bertambah melesat gradual pelan sejak penanggalan itu ada.

Adagium “there is nothing under the sun” menohok pikiran bahwa tak ada yang baru selama matahari masih bersinar. Semuanya pernah ada  dan akan selalu ada. Kebaruan itu tidak muncul secara given. Kebebasan adalah conditio sine qua non untuk mendapatkan sesuatu yang baru itu. Selebihnya adalah solidaritas untuk mempertahankan sesuatu yang sudah ada dan terus berkelana mencari sesuatu yang belum ada. Tanpa kebebasan dan solidaritas tahun baru hanyalah sebuah seremoni belaka di mana orang menanti sebaran kembang api yang pecah di angkasa. Dan pecahan api dan dentuman keras masih terjadi di rumah-rumah ibadat. Perang di belahan timur dan barat masih saja bergenderang. Terorisme tetap mengancam peradaban. Pengamat terorisme menebar kekerasaan dalam rumah tangganya sendiri hingga memunculkan bibit teror dalam diri anak. Manajemen “gayusian” dalam keuangan negara masih terjadi. Kekuasaan dan hukum pun dipakai untuk membebaskan para koruptor dan kroni lalu merantai rakyat.

Namun, di malam tahun baru selalu ada doa. Doa dilambungkan sebelum kembang api pecah di udara. Bahasa doa adalah bahasa harapan untuk hari esok yang lebih baik. Aku, kita, bangsa, negara dan dunia yang lebih baik. Dalam doa, ada credo bahwa Tuhan akan membantu jika bersama mencari jalan terbaik untuk dunia yang damai (world peace). Credo disertai dengan nyanyian top hits revolusi Prancis: libérté, égalité, fraternité ou la mort. Bahwa bangsa Indonesia hampir kehilangan libertas, egalitas dan fraternitas. Pemeluk ahmadyah, pers, petani, rakyat Porong dan Sidoharjo, et cetera sudah merasakan itu. Masalah ketidakadilan dan kemiskinan seperti realitas di atas bukan sekadar pekerjaan rumah tetapi tugas mendesak yang harsus pemerintah selesaikan. Prinsipnya bukan hanya pada penjara political will tetapi tindakan riil. Rakyat yang sudah lama menderita tidak lagi mau “membeli” dengan  harapan. Spem pretio non emo. mereka punya pemimpin yang dipilih. Mereka bukan “als een kip zonder kop”. Mereka ingin pemimpin yang datang dengan solusi dan kebijakan tegas bukan janji dalam orasi basi dan abu-abu. Mereka membutuhkan mendengarkan suara mereka. 2011 adalah waktunya untuk ketegasan itu sebab periculum in mora (bahaya menanti dalam penundaan).

Sekarang tahun 2011. Tahun baru. Kemeriahan malam tahun baru 2011 boleh menjadi tanda optimisme hidup di masa yang akan datang. Tahun baru berarti awal melupakan tahun yang lama. Tahun baru adalah pembenahan. Pembenahan kehidupan berbangsa yang lebih baik dan kehidupan bertanah air yang lebih aman. Baik dan aman untuk Indonesia yang sejahtera dan bermartabat. Sejahtera dalam negeri, bermartabat dalam dunia internasional. Tanpa pembenahan, anno domini yang dirayakan akan hanya menetaskan lumpur penderintaan baru bagi anak-anak bangsa. Artinya kita tidak pernah berubah. Tidak ada yang kebaruan. Akhirnya selamat tahun baru, mari menyambut gelombang masa depan dengan rentangan layar optimisme yang lebar untuk Indonesia yang lebih baik.

Djogja, 03 Januari 2011
Alfred Tuname

Komentar