Involusi Sanpio CUP 2010

“...live your life, do your work, then take your hat...”
-Henry David Thoreau, Conscience

Sanpio Cup mulai diselenggarakan lagi. Sanpio Cup adalah wujud syukur dan terima kasih (give thanks for) alumni atas penyelenggaraan pendidikan di Seminari Pius XII Kisol (Sanpio). Sanpio merayakan universary-nya di setiap tanggal 08 September. Dan pada tahun 2010 Sanpio telah berusia 54 tahun. Alumni Sanpio Jogjakarta (X-Pio) menyambut kebahagiaan itu dengan mengadakan turnamen sepak bola yang sering disebut Sanpio Cup. Turnamen ini diselenggarakan pada tanggal 12 September 2010 di lapangan Klebengan, desa Catur Tunggal, Sleman, Jogjakarta.

Sanpio Cup diikuti oleh setiap warga Manggarai yang berdomisi di Jogjakarta. Warga Manggarai Jogjakarta dibagi dalam sistem rayon. Sistem ini dipakai untuk menjangkau setiap orang Manggarai sekaligus menumbuhkan semangat ke-mangarai-an yang terdistribusi di setiap sudut kota Jogjakarta. Tujuan Sanpio Cup pun adalah persaudaraan warga Manggarai Jogjakarta. Dan sukses Sanpio Cup disyaratkan dengan keterlibatan semua warga rayon dan persiapan matang panitia penyelenggara. Di sinilah involusi itu dimulai.

Kata involusi berasal dari bahasa Latin, Involvere yang berarti melibat, membungkus atau menutup dari luar. Itu berarti involusi berarti suatu situasi keterlibatan, keterbungkusan dan eksklusifitas. Dalam bahasa Inggris, involution berarti keterlibatan, keruweta, berbelit-belit, kompleks. Involusi Sanpio Cup diartikan sebagai sebuah proses pembungkusan semangat kemanggaraian dengan melibatkan seluruh warga Manggarai dalam penyelenggaraan turnamen dengan semua kompleksitasnya.

Kompleksitas tersebut dijaring dalam tiga mata uang yakni eklusifitas X-pio, imunitas regulasi FIFA, dan inklusifitas budaya Manggarai. E-pio adalah organisasi tertutup yang hanya beranggotakan alumi Seminari Pius XII Kisol. Organisasi ini bekerja dengan semangat “opus pro ecclesia et patria” dan dalam bayang-bayang nostalgia. Kuatnya persatuan anggota X-pio membuatnya terkesan eksklusif. Union fait la force. Kondisi ini membantu teman-teman X-pio untuk mengkoordinasi sebuah kegiatan. Maka lahirlah Sanpio Cup 2010. Dengan segala daya dan upaya, X-pio berusaha mensukseskan Sanpio Cup. Setiap anggota X-pio dengan bakat dan talentanya masing-masing mengulurkan tangannya dan saling berkoordinasi memegang turnamen. Turnamen dijatuhkan pada sepok bola sebab tradisi sepak bola sangat kuat dan melekat.

Sanpio Cup beberapa tahun belakangan sepertinya membentuk tradisi dan gengsinya sendiri. Tradisi sepak bola akan selalu dipertahankan. Gengsi Sanpio Cup terlacak dalam setiap rayon yang dengan caranya masing-masing berusaha meraih tropi juara dalam turnamen ini. Hal ini terlihat mulai dari pra-turnamen hingga turnamen itu berlangsung. Untuk membuat turnamen ini berlangsung apik dan baik, X-pio selaku penyelengara pun memaksimalkan regulasi FIFA. Regulasi FIFA digunakan semata-mata untuk menjaga setiap team bermain seturut rule of the game. Aturan ini pun ada supaya tidak terjadi chaos di lapangan. Di luar lapangan tidak tertutup kemugkinan terjadinya chaos. Tensi tinggi bisa menimbulkan kemungkinan apa saja. Oleh sebab itu, X-pio membuat ketentuan-ketentuan lain untuk meng-cover setiap kemungkinan yang akan terjadi. Kentuan-ketentuan itu mulai dari menetapkan defenisi orang Manggarai yang boleh terlibat dalam turnamen hingga menetapkan konsekuensi terhadap team atau perorangan yang melanggar setiap ketetapan. Aturan ini dibuat bukan untuk dilanggar melainkan hanya untuk menjaga agar kebelangsungan turnamen ini tidak berhenti sebelum final dan tidak punah dari rutinitas tahunan orang Manggarai Jogjakarta.

Jika ditilik secara saksama, ketentuan-ketentuan yang dibuat X-pio seakan melihat wajah Hitler dengan kumis sepotong di bawah hidung. Terdapat kekuasaan yang sangat luar biasa. Tetapi ini sesungguh kurang benar. Ada keelokan budaya lokal Manggarai yang arif disematkan pada garis lintang turnamen ini. Demokrasi tetap jadi bintang dalam penyelenggaraan Sanpio Cup. Lonto leok dengan semboyan “nai ca anggi, tuka ca leleng; bantang cama, reje leleng” tetap menjadi ransum dalam kebersamaan orang Manggarai termasuk dalam Sanpio Cup ini. Lonto leok adalah pilar problem solving atas semua kemelut yang melingkari penyelenggaraan turnamen. Watak authorian dan demokrasi menjadi ambivalensi dalam kegiatan ini. Tetapi keduanya sama-sama urgen (ambivalensi, dari kata: ambo = kedua-duanya, dua pihak ; valensi/valentis= kuat, bernilai). Oleh sebab itu, X-pio sebagai pihak penyelenggara diharapkan untuk arif dan bijak dalam mensikapi semua persoalan yang nanti muncul. Gunakan otoritas jika itu diperlukan dan gunakan dialog (lonto leok)jika itu diharuskan. Tetapi yang lebih penting adalah semua pihak yang terlibat dalam turnamen ini harus memiliki sikap sportivitas dan koperatif sehingga wajah persaudaraan di antara sesama ase-kae lawa Manggarai tetap terjalin mesra.

Akhirnya, selamat bertanding. Raihlah kemenangan yang sportif. Menang tanpa ngasorake. Menang tanpa pihak lain merasa kalah sebab semua pihak yang bertanding puas bermain dan mengakui keunggulan lawan.
Viva Sanpio! Viva Forever!

Djogja, 31 Agustus 2010
Alfred Tuname

Komentar