Change we believe in
Pertanyaannya bagaimana hingga bisa sampai sekarang ini? Katanya circa 10 sampai 5 miliar tahun yang lalu antariksa sudah mulai terbentuk. Galaksi dan bintang sudah menari-nari di atas bentangan yang kosong. Maka sekitar 3 miliar tahun yang lalu terbentuklah bumi. Belum ada kehidupan. Dan sudah mulai ada kehidupan di belahan bumi yang cair dan dingin. Planton-planton bergerak bebas seperti spermatozoa. Mengambang di kedalaman rahimnya.
Bumi mulai mendingin. Planton berevolusi. Binatang merayap. Binatang duduk. Binatang berdiri. Dan binatang terbang. Lalu pitecantropus erectus. Mahkluk ereksi yang berjalan tegak. Dan terus bermetamorphosa menjadi homo sapiens. Mahkluk ereksi yang tak lagi erectus. Mahluk cerdas. Mungkin mereka mahkluk bergenus manusia dengan nama latin Adam dan Hawa (Eva) versi Charles Darwin. Maka jadilah kita seperti sekarang ini.
Pertanyaannya bagaimana kita bisa sampai sekarang ini? Sekarang ini ada melalui proses penciptaan. Kreasi dan produksi oleh kreator dan produsen. Mungkin semua adalah mitos. Sehingga dengan berani kita bercerita pada mulanya adalah mitos. Masalahnya, dalam mitologi, mitos adalah permulaan pengetahuan. Setidaknya ini saya kutip dari Roland Barthes.
Bumi di ciptakan untuk manusia. Bukan untuk planton, ubur-ubur, nener, piranha atau ikan paus sekalipun. Bukan juga untuk harimau, macan, gajah, bruang, anaconda, derik, cobra, kanguru, tapir, kelabang atau kelinci. Lalu munsia meyakinkan diri bahwa mereka adalah secunda causa. Mencipta dari yang sudah ada. mulai dari onthel hingga Apollo. Mulai dari lampu pijar hingga laptop.
Pertanyaanya bagaimana bisa sampai sekarang ini? Bumi diciptakan untuk dipoles sedemikian sehingga menjadi surga. Paradise untuk penghuninya. Berarti bumi yang sementara tidak tertata hurus di-menage menjadi arena tarian para malaikat. Sayangnya, manusia telah menjadi mahluk animorph. Gen-nya sudah bermutasi menjadi mutan berwajah monster. Slogannya adalah “the world is mine”. Bumi menjadi ladang perang. Perang terhadap semua. Belum omnes contra omnes. Seperti dua gajah yang bertarung, seluruh yang ada di sekitarnya akan musnah. Kisah gajah-gajah Thailand.
The world will go down. Sumber-sumber oksigen telah diberangus. Karbon monoksida mulai menyatu dengan deru paru-paru insan. Rimba direduksi jadi taman simulakra. Realitas hanyalah hiperealitas. Eksploitasi sumber daya yang tak kenal keseimbangan, ying dan yang. Perilaku destruktif jadi budaya sementara kebudayaan dan adat jadi komoditas dan dipolitisasi.
Paru-paru dunia bukan sekadar flek. Sekarang sudah kanker. Belum lagi soal lapisan ozon. Jika anda sedang sarjana yang sudah belajar tentang klimatologi, meteorologi dan geofisika, tolonglah jelaskan pada petani tentang perubahan musim dan iklim yang sudah tidak lagi statis. Mengapa iklim seperti kaki di kepala dan kepala di kaki?
Dunia sedang tidak pasti. Kata mama Louren, tahun 2010 dunia akan kiamat. entalah, believe or not, mungkin mama mau jadi futurolog seperti Alvin Toffler. Harap saja itu hanya terawangan, halusinasi dunia metafisika. Yang jelas kita sedang perang. The world with terror. Sebabnya adalah scarcity, kelangkaan. Sumber daya kita sedang langka. Eksploitasi bumi terlalu ekstrim. Semua orang mulai cari aman. Si vis pacem para belum. Maka Mc donalisasi selalu diiukuti dengan Mc douglasisasi. Eksploitasi minyak bumi, gas dan tambang. Memang benar semua itu harus dimanfaatkan tapi perlu pertimbangan yang matang. Bukan sekadar pertimbangan ekonomis, tetapi juga politik, sosial dan kebudayaan. Semuanya harus seimbang. Keserakahan dapat berakibat fatal bagi kehidupan dunia.
Ada perang dalam sekala makro. Ada juga perang dalam skala mikro. Dalam perang mikro, musuh terbesar adalah diri sendiri. Perilaku yang tamak dan koruptif adalah provokator destriktifikasi bumi. Belum perilaku ini membadan dalam diri pemimpin dan elite. Wow… betata celakanya dunia ini. Seorang pengeran Yunani Kuno, Hanibal pernah bercerita bahawa perang dan kehacuran tidak disebabkan oleh batalion prajurit yang perkasa tetapi oleh seorang pemimpin yang serakah dan idiot. Boleh jadi kalimat itu menjadi hipotesis kerusakan lingkungan di dunia ini, di Indonesia dan khususnya lagi Manggarai. Silakan buktikan, kalau memang belum terbukti.
Ada budaya alternatif untuk tetap menjadikan bumi ini sebagai firdaus. Hidup dalam keseimbangan dengan alam. Kebiasaan jalan kaki, bersepeda (bike to work), makanan organik. Pengurangan bepergian dengan kendaraan pribadi. Rajin menanam pohon. Mengurangi hiperkonsumsi pada handphone, mobil, sepeda motor, listrik dan lain-lain. Semua jelas untuk menghematan sumber daya energi. Dan masih banyak penghematan lainnya.
Intinya adalah berubah. CHANGE! Seperti Barack Obama mari bersama kita teriakan CHANGE WE BELIEVE IN. Atau untuk kawan-kawan yang berminat dalam ilmu ekonomi silakan berkenalan dengan buku Reinald Khasali, “CHANGE”. Bukan sekadar jargon, tetapi seperi Mahatma Gandhi yang lantang berseru pada dunia, JADILAH PERUBAHAN YANG DIINGINI DI SANA!!
Kepakanlah sayap kupu-kupumu maka akan terjadi badai tornado di California.
Alfred Tuname. Jogja, 2 juni 2009
Pertanyaannya bagaimana hingga bisa sampai sekarang ini? Katanya circa 10 sampai 5 miliar tahun yang lalu antariksa sudah mulai terbentuk. Galaksi dan bintang sudah menari-nari di atas bentangan yang kosong. Maka sekitar 3 miliar tahun yang lalu terbentuklah bumi. Belum ada kehidupan. Dan sudah mulai ada kehidupan di belahan bumi yang cair dan dingin. Planton-planton bergerak bebas seperti spermatozoa. Mengambang di kedalaman rahimnya.
Bumi mulai mendingin. Planton berevolusi. Binatang merayap. Binatang duduk. Binatang berdiri. Dan binatang terbang. Lalu pitecantropus erectus. Mahkluk ereksi yang berjalan tegak. Dan terus bermetamorphosa menjadi homo sapiens. Mahkluk ereksi yang tak lagi erectus. Mahluk cerdas. Mungkin mereka mahkluk bergenus manusia dengan nama latin Adam dan Hawa (Eva) versi Charles Darwin. Maka jadilah kita seperti sekarang ini.
Pertanyaannya bagaimana kita bisa sampai sekarang ini? Sekarang ini ada melalui proses penciptaan. Kreasi dan produksi oleh kreator dan produsen. Mungkin semua adalah mitos. Sehingga dengan berani kita bercerita pada mulanya adalah mitos. Masalahnya, dalam mitologi, mitos adalah permulaan pengetahuan. Setidaknya ini saya kutip dari Roland Barthes.
Bumi di ciptakan untuk manusia. Bukan untuk planton, ubur-ubur, nener, piranha atau ikan paus sekalipun. Bukan juga untuk harimau, macan, gajah, bruang, anaconda, derik, cobra, kanguru, tapir, kelabang atau kelinci. Lalu munsia meyakinkan diri bahwa mereka adalah secunda causa. Mencipta dari yang sudah ada. mulai dari onthel hingga Apollo. Mulai dari lampu pijar hingga laptop.
Pertanyaanya bagaimana bisa sampai sekarang ini? Bumi diciptakan untuk dipoles sedemikian sehingga menjadi surga. Paradise untuk penghuninya. Berarti bumi yang sementara tidak tertata hurus di-menage menjadi arena tarian para malaikat. Sayangnya, manusia telah menjadi mahluk animorph. Gen-nya sudah bermutasi menjadi mutan berwajah monster. Slogannya adalah “the world is mine”. Bumi menjadi ladang perang. Perang terhadap semua. Belum omnes contra omnes. Seperti dua gajah yang bertarung, seluruh yang ada di sekitarnya akan musnah. Kisah gajah-gajah Thailand.
The world will go down. Sumber-sumber oksigen telah diberangus. Karbon monoksida mulai menyatu dengan deru paru-paru insan. Rimba direduksi jadi taman simulakra. Realitas hanyalah hiperealitas. Eksploitasi sumber daya yang tak kenal keseimbangan, ying dan yang. Perilaku destruktif jadi budaya sementara kebudayaan dan adat jadi komoditas dan dipolitisasi.
Paru-paru dunia bukan sekadar flek. Sekarang sudah kanker. Belum lagi soal lapisan ozon. Jika anda sedang sarjana yang sudah belajar tentang klimatologi, meteorologi dan geofisika, tolonglah jelaskan pada petani tentang perubahan musim dan iklim yang sudah tidak lagi statis. Mengapa iklim seperti kaki di kepala dan kepala di kaki?
Dunia sedang tidak pasti. Kata mama Louren, tahun 2010 dunia akan kiamat. entalah, believe or not, mungkin mama mau jadi futurolog seperti Alvin Toffler. Harap saja itu hanya terawangan, halusinasi dunia metafisika. Yang jelas kita sedang perang. The world with terror. Sebabnya adalah scarcity, kelangkaan. Sumber daya kita sedang langka. Eksploitasi bumi terlalu ekstrim. Semua orang mulai cari aman. Si vis pacem para belum. Maka Mc donalisasi selalu diiukuti dengan Mc douglasisasi. Eksploitasi minyak bumi, gas dan tambang. Memang benar semua itu harus dimanfaatkan tapi perlu pertimbangan yang matang. Bukan sekadar pertimbangan ekonomis, tetapi juga politik, sosial dan kebudayaan. Semuanya harus seimbang. Keserakahan dapat berakibat fatal bagi kehidupan dunia.
Ada perang dalam sekala makro. Ada juga perang dalam skala mikro. Dalam perang mikro, musuh terbesar adalah diri sendiri. Perilaku yang tamak dan koruptif adalah provokator destriktifikasi bumi. Belum perilaku ini membadan dalam diri pemimpin dan elite. Wow… betata celakanya dunia ini. Seorang pengeran Yunani Kuno, Hanibal pernah bercerita bahawa perang dan kehacuran tidak disebabkan oleh batalion prajurit yang perkasa tetapi oleh seorang pemimpin yang serakah dan idiot. Boleh jadi kalimat itu menjadi hipotesis kerusakan lingkungan di dunia ini, di Indonesia dan khususnya lagi Manggarai. Silakan buktikan, kalau memang belum terbukti.
Ada budaya alternatif untuk tetap menjadikan bumi ini sebagai firdaus. Hidup dalam keseimbangan dengan alam. Kebiasaan jalan kaki, bersepeda (bike to work), makanan organik. Pengurangan bepergian dengan kendaraan pribadi. Rajin menanam pohon. Mengurangi hiperkonsumsi pada handphone, mobil, sepeda motor, listrik dan lain-lain. Semua jelas untuk menghematan sumber daya energi. Dan masih banyak penghematan lainnya.
Intinya adalah berubah. CHANGE! Seperti Barack Obama mari bersama kita teriakan CHANGE WE BELIEVE IN. Atau untuk kawan-kawan yang berminat dalam ilmu ekonomi silakan berkenalan dengan buku Reinald Khasali, “CHANGE”. Bukan sekadar jargon, tetapi seperi Mahatma Gandhi yang lantang berseru pada dunia, JADILAH PERUBAHAN YANG DIINGINI DI SANA!!
Kepakanlah sayap kupu-kupumu maka akan terjadi badai tornado di California.
Alfred Tuname. Jogja, 2 juni 2009
Komentar
Posting Komentar