vita est militia

Ini adalah perjuangan antara diriku dengan kesadaranku. Sebelumnya aku tak pernah menyadari bahwa diriku harus hidup dan selalu hidup. Kegundahan selalu saja menghantuiku. Sepertinya malas dan tak bersemangat. Seperti mau mati rasanya. Lebih cepat lebih baik. Seperti puisi Alejandra Pizarnik, “keheningan”;


“kematian selalu menguntit
kudengar desirnya
hanya terdengar lenguhku”

Hingga aku sadar. Hidup sangatlah penting bagiku. Setidaknya aku dapat berbuat sesuatu untuk hidup ini dan tetap sebagai orang yang hidup. Sebab kadang kala ada orang yang hidup sementara hati dan jiwanya sudah mati. Sekarang aku merasa sedang terlahir kembali. Dilahirkan oleh alam ini. Kelahiran itu ada dalam diriku dan aku berubah. Perubahan itu terjadi dalam diriku dan melalui diriku. Setiap orang boleh menduga aku dalam kegilaan. Ya, mungkin. Namun, orang gila tidak tahu salah atau benar. Dosa atau tidak. Bertindak pada apa yang dia rasakan. Berjalan lepas bebas. Mungkin itu yang terbaik bagiku. Berjalan lepas tanpa perlu dibatasi oleh berbagai kategori yang kadang tidak manusiawi. Ketika orang mulai berpikir saat itulah dia menjadi bodoh. Tak perlu banyak berpikir atau berpikir banyak pun bicara banyak. Semua itu hanya membela diri dan kamuflase.
Setiap orang memiliki jalan hidupnya sendiri. Tergantung nasipnya. Itu perlu dihargai. Tidak boleh dipaksakan. Dengan begitu dunia ini akan semakin heterogen dan indah di dalamnya. Setiap insan menjadi dirinya sendiri. Kita tidak lagi menghadirkan orang dalam diri kita. Enyeh asher anyeh. Aku adalah aku. Sebab di dalam diriku adalah aku yang sebenarnya. Bukan bayangan orang lain.
Cobalah untuk tenang. Pikirkanlah jalan yang hendak dilalui. Saat itu cahaya akan datang menerangi jalan. Setelahnya kita akan bahagia. Itu adalah kelahiran.

Yogyakarta, 07 september 2007

Komentar