surat untuk kawan Maftuh Fuazi

Surat untuk Maftuh Fauzi

Salam perjuangan,
Sobat, perkenankan aku memanggilmu sebagai sobat sebab mungkin kau tak pernah tahu tentang aku. Jadi, pada mulanya ingin kuucapkan salam perkenalan.
Aku mengenalmu dari pemberitaan media masa kisruh yang terjadi di kampus UNAS, Jakarta beberapa waktu yang lalu. Kisruh yang terjadi akibat polisi menyerang kampusmu. Jelas saja bahwa semua itu akibat ulah pemerintah yang sewenang-wenang menaikan harga bahan bahar minyak (BBM) hingga memberatkan pembiayaan kehidupan masyarakat kecil. Termasuk mahasiswa.


Mari kita berbicara tentang problem BBM. Pada dasarnya saya sangat tidak setuju dengan kebijakan pemerintah menaikan harga BBM. Reaksi keras teman-teman terhadap kenaikan tersebut saya dukung. Bagaimana tidak? Alasan pemerintah menaikan harga BBM adalah akibat terjadinya defisit APBN yang mana sebagian besar anggarannya untuk subsidi BBM. Berdasarkan teori ekonomi makro, jika APBN mengalami defisit, pemerintah boleh melakukan peminjaman dana dari luar negeri (G toG, G to P, etc) untuk menutupi defisit tersebut. Permasalahan yang muncul adalah negara kita trauma dengan proses utang sebab sejarah bangsa telah menceritakan betapa sengsaranya bangsa ini ketika berhadapan dengan MoU yang dibuat oleh kreditur (misalnya, IMF). Bukankah kita setuju dengan adagium: “experientia est optima rerum magistra”? nah, dengan alasan inilah maka pemerintah melakukan kebijakan yang tidak populis dengan memangkas subisidi BMM tersebut. In economic point of view, it is logical decision. Jika tidak demikian, negara akan bangkrut lalu bubar sebab selain sebagai sebuah social contract, negara juga adalah organisasi yang besar. Lalu masalahnya apa? Masalahnya adalah bahwa setiap kebijakan tidak saja hanya dilihat dari satu sisi. Harus komprehensif. Kebijakan pemerintah harus juga mempertimbangkan sosial kemasyarakatan dengan seluruh aspek di dalamnya. Bukankah, masyarakat kita adalah mayoritas petani dengan pendapatan yang sangat minim. Kenaikan harga BBM sangat memberatkan kehidupan mayoritas masyarakat Indonesia. Kenaikan harga BBM akan diikuti dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Lalu, pemerintah mencoba menerapkan kompensasi Bantuan Lansung Tunai (BLT) yang tidak pernah menyelesaikan masalah. Lagi-lagi, masyarakat dijadikan sebagai eksperimen kebijakan pemerintah. Harga diri rakyat Indonesia telah direndahkan oleh bangsanya sendiri. Sungguh kejam!!
Okelah, pemerintah sudah berusaha sedimikian mungkin untuk memecahkan persoalan bangsa. Kadang kita perlu mengapresiasi semua itu. Namun, semua itu tidak maksimal bahkan jauh dari harapan. Seluruh aparatur negara “melacurkan diri” satu sama lain hanya untuk kepentingan pribadi dan gologan. Legislatif tidak becus, “Ujung-ujungnya duit”, kata Slank, dan koruptif. Berkolusi dengan lembaga yudikatif. Motonya, “maju terus membela yang bayar”, alu selingkuh dengan eksekutif yang lebih kaya dan banyak proyek. Katanya negara kita adalah negara yang kaya, “bukan lautan hanya kolam susu, tongkat dan kayu jadi tanaman” dan selaksa sumber daya alam dan mineral. Negara minyak tapi impor minyak, aneh bin ajaib??? Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? It means there is something wrong with our government. Negara kita memiliki ladang minyak hampir di seluruh bantaran negara namun yang mengelolanya bukan anak bangsa tetapi pihak asing. Anak bangsa hanya jadi babu dengan iming gaji tinggi. Pemasukan untuk negara pun sangat kecil. Exploitation de l’nation par de l’nation. Sekali lagi negara kita sedang dijajah. Pertanyaannya, apakah pemimpin kita belum sadar tentang hal itu? Atau sudah sadar tapi pura-pura tidur karena kenyang telah diberi “Mcdonal”?
Kita harus terus mendesak pemerintah yang sedang pura-pura tidur untuk segera mengambil alih pengolahan ladang-ladang minyak dan memenjarakan mereka yang korupsi agar hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Hak rakyat dikembalikan. Hanya ada satu kata: lawan! Caranya adalah demonstrasi besar-besaran dan harus radical bila perlu. Jika tidak demikian, rakyat akan semakin sengsara sebab pemimpin-pemimpin kita sangat “lebai” dan tidak peka terhadap nasip rakyat. Mereka perlu shock therapy.
Begitulah pendapatku yang dapat digoreskan sebagai surat dukunganku terhadap perjuangamu. Kita berbeda dalam cara tapi 100% kudukung caramu. Sobatku, Maftuh, aku tidak begitu mengernalmu tapi dari banyak pemberitaan dapat kusebut engkau adalah seorang revolusioner dan mahasiswa sejati. Mahasiswa yang resah melihat ketidakadilan di negeri.
Sobat, saat kutulis surat ini engkau telah tiada lagi di bumi pertiwi ini. Kau pergi oleh kejamnya alat pemerintah yang sangat represif terhadap rakayatnya. Polisi telah menganiyayamu lalu berdalih bahwa engkau pergi oleh HIV yang kau derita, sementara selama hidupmu kau tak akrab dengan itu. Sobat, kutahu kau telah difitna. Namun, aku yakin kau telah sadar akan semua itu, bahwa pemimpin kita adalah badak berkepala tikus. Tidak tahu malu dan koruptif.
Akhirnya, aku ingin memberimu gelar sebagai pahlawan. Pahlawan yang bergerilya melawan kesewenang-wenangan negara.
Selamat jalan sobat, semoga engkau sudah berada di surga, di dekat Sang Keadilan Sejati.
Viva mahasiswa!!!

Salam reformasi
Alfred Tuname.

Komentar

  1. Appluse buat...ente.., TULISAN U SUNGGUH BAGUS....., SAYA SEMPAT, TERTEGUN MEMBACANYA. SALAM KENAL YA..tULISANNYA IJIN DI LINK YA...DI BLOG SAYA

    BalasHapus

Posting Komentar