INDONESIA DAN KECERDASAN
MAJEMUK
Teori kecerdasan majemuk (the theory of
multiple intelligences, Gardner, 1983, 1993,
1999) mengatakan, manusia bisa belajar,
berkomunikasi, dan memecahkan masalah
dengan sembilan cara.
Kesembilan cara itu mendayagunakan
kekuatan kepiawaian, yaitu: (1) kekuatan
kepiawaian kata (kecerdasan linguistik); (2)
kekuatan kepiawaian logika/penalaran dan
angka (kecerdasan logik-matematik); (3)
kekuatan kepiawaian gambar (kecerdasan
spasial); (4) kekuatan kepiawaian gerak tubuh
(kecerdasan gerak ragawi); (5) kekuatan
kepiawaian irama dan nada (kecerdasan
musikal); (6) kekuatan kepiawaian hubungan
antarinsan (kecerdasan interpersonal); (7)
kekuatan kepiawaian diri (kecerdasan
intrapersonal); (8) kekuatan kepiawaian
hubungan manusia dengan fauna, flora, dan
alam (kecerdasan naturalis); dan (9) kekuatan
kepiawaian religiositas, spiritualitas, dan
filsafat (kecerdasan eksistensial).
Bangsa Indonesia, dalam transisi berat,
REFERENSI NASIONAL ARCHIVE
www.referensinasional.com
QOURTESY KOMPAS
EBOOK INI DIDESIKASIKAN UNTUK GENERASI MASA DEPAN
LIMAS SUTANTO
Psikiater Konsultan Psikoterapi
2
dari kehidupan lama yang penuh ketidakadilan, kecurangan, ketertutupan, kekerasan,
dan ketidakpiawaian, menuju hidup baru yang lebih adil, jujur, terbuka, damai, dan
piawai (profesional), perlu meniti gelaran kesembilan cara itu, dan mendayagunakan
kesembilan kekuatan kepiawaian yang dirangkum Howard Gardner.
Gejala-gejala kekasaran, kekerasan, dan kegagalan yang menyakitkan dalam kurun
transisi dapat diterangkan dengan pandangan kecerdasan majemuk. Misalnya, kekasaran
dan kekerasan aneka kelompok yang menggunakan panji apa pun (agama, suku, ideologi,
dan lainnya) main hakim sendiri terhadap orang atau kelompok lain, terjadi karena
kelompok-kelompok yang mengumbar kekasaran dan kekerasan tidak mendayagunakan
kesembilan kekuatan kepiawaian dengan baik. Paling jauh mereka menggunakan satu
kekuatan kepiawaian, yaitu kekuatan kepiawaian gerak ragawi. Namun, pada saat sama
mereka menanggalkan kedelapan kekuatan kepiawaian lain, terutama kekuatan
kepiawaian kata, kekuatan kepiawaian hubungan antarinsan, dan kekuatan kepiawaian
religiositas, spiritualitas, dan filsafat.
Korupsi sistemik yang meresapkan ketidakadilan dan kemiskinan terjadi karena
pejabat dan birokrat “pandai” menggunakan kecerdasan linguistik dan kecerdasan logikmatematik.
Namun, pada saat sama mereka menanggalkan kecerdasan interpersonal,
kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan eksistensial.
Bencana lumpur panas di Jawa Timur, yang amat menyengsarakan rakyat kecil, terjadi
karena para pengelola dan pelaksana usaha itu tidak mendayagunakan kecerdasan logikmatematik,
kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial
dengan baik.
Belum Mencerdaskan
Pendidikan kita belum mencerdaskan, terlalu bertitik berat pada pendayagunaan
kecerdasan linguistik dan kecerdasan logik-matematik. Itu pun banyak dilakukan dengan
cara tidak benar. Akibatnya, insan dan bangsa Indonesia tidak mampu menjalani
kehidupan dengan kecerdasan yang menyeluruh. Perilaku insan dan bangsa Indonesia
yang tidak didukung pengejawantahan kecerdasan yang menyeluruh, tidak hanya
berakibat ketidakadilan, ketidakjujuran, ketertutupan, kekerasan, dan ketidakpiawaian
satu tingkat (sekali lalu berhenti). Yang terjadi justru penganakpinakan akibat-akibat
mengerikan itu secara tak henti dalam lingkar setan ketidakbahagiaan dan kesakitan
bangsa Indonesia. Kehidupan yang tidak didukung pendayagunaan kecerdasan yang
menyeluruh kian banyak meresapkan ketidakbahagiaan dan kesakitan. Lalu, insan-insan
yang tidak bahagia dan merasakan kesakitan akan menganakpinakkan kekerasan,
ketidakpiawaian, dan kegagalan baru.
Kita perlu mengejawantahkan kehidupan yang didukung pendayagunaan kesembilan
kecerdasan secara menyeluruh, karena hal itu akan lebih memungkinkan penghayatan
kebahagiaan dan pengejawantahan kebaikan penuh (Armstrong, 1993, 1999). Dengan
demikian, lingkar setan kekerasan, ketidakpiawaian, dan kegagalan dapat dipatahkan,
digantikan gerakan tumbuh kembang sehat yang membuahkan kesejahteraan serta
kebaikan bagi seluruh bangsa. Ini bisa dimulai dari pendidikan yang secara saksama dan
jujur dilaksanakan demi menumbuhkembangkan kecerdasan tiap insan pembelajar Indonesia.
Sumber:
Kompas Senin 31 Juli 2006
MAJEMUK
Teori kecerdasan majemuk (the theory of
multiple intelligences, Gardner, 1983, 1993,
1999) mengatakan, manusia bisa belajar,
berkomunikasi, dan memecahkan masalah
dengan sembilan cara.
Kesembilan cara itu mendayagunakan
kekuatan kepiawaian, yaitu: (1) kekuatan
kepiawaian kata (kecerdasan linguistik); (2)
kekuatan kepiawaian logika/penalaran dan
angka (kecerdasan logik-matematik); (3)
kekuatan kepiawaian gambar (kecerdasan
spasial); (4) kekuatan kepiawaian gerak tubuh
(kecerdasan gerak ragawi); (5) kekuatan
kepiawaian irama dan nada (kecerdasan
musikal); (6) kekuatan kepiawaian hubungan
antarinsan (kecerdasan interpersonal); (7)
kekuatan kepiawaian diri (kecerdasan
intrapersonal); (8) kekuatan kepiawaian
hubungan manusia dengan fauna, flora, dan
alam (kecerdasan naturalis); dan (9) kekuatan
kepiawaian religiositas, spiritualitas, dan
filsafat (kecerdasan eksistensial).
Bangsa Indonesia, dalam transisi berat,
REFERENSI NASIONAL ARCHIVE
www.referensinasional.com
QOURTESY KOMPAS
EBOOK INI DIDESIKASIKAN UNTUK GENERASI MASA DEPAN
LIMAS SUTANTO
Psikiater Konsultan Psikoterapi
2
dari kehidupan lama yang penuh ketidakadilan, kecurangan, ketertutupan, kekerasan,
dan ketidakpiawaian, menuju hidup baru yang lebih adil, jujur, terbuka, damai, dan
piawai (profesional), perlu meniti gelaran kesembilan cara itu, dan mendayagunakan
kesembilan kekuatan kepiawaian yang dirangkum Howard Gardner.
Gejala-gejala kekasaran, kekerasan, dan kegagalan yang menyakitkan dalam kurun
transisi dapat diterangkan dengan pandangan kecerdasan majemuk. Misalnya, kekasaran
dan kekerasan aneka kelompok yang menggunakan panji apa pun (agama, suku, ideologi,
dan lainnya) main hakim sendiri terhadap orang atau kelompok lain, terjadi karena
kelompok-kelompok yang mengumbar kekasaran dan kekerasan tidak mendayagunakan
kesembilan kekuatan kepiawaian dengan baik. Paling jauh mereka menggunakan satu
kekuatan kepiawaian, yaitu kekuatan kepiawaian gerak ragawi. Namun, pada saat sama
mereka menanggalkan kedelapan kekuatan kepiawaian lain, terutama kekuatan
kepiawaian kata, kekuatan kepiawaian hubungan antarinsan, dan kekuatan kepiawaian
religiositas, spiritualitas, dan filsafat.
Korupsi sistemik yang meresapkan ketidakadilan dan kemiskinan terjadi karena
pejabat dan birokrat “pandai” menggunakan kecerdasan linguistik dan kecerdasan logikmatematik.
Namun, pada saat sama mereka menanggalkan kecerdasan interpersonal,
kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan eksistensial.
Bencana lumpur panas di Jawa Timur, yang amat menyengsarakan rakyat kecil, terjadi
karena para pengelola dan pelaksana usaha itu tidak mendayagunakan kecerdasan logikmatematik,
kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial
dengan baik.
Belum Mencerdaskan
Pendidikan kita belum mencerdaskan, terlalu bertitik berat pada pendayagunaan
kecerdasan linguistik dan kecerdasan logik-matematik. Itu pun banyak dilakukan dengan
cara tidak benar. Akibatnya, insan dan bangsa Indonesia tidak mampu menjalani
kehidupan dengan kecerdasan yang menyeluruh. Perilaku insan dan bangsa Indonesia
yang tidak didukung pengejawantahan kecerdasan yang menyeluruh, tidak hanya
berakibat ketidakadilan, ketidakjujuran, ketertutupan, kekerasan, dan ketidakpiawaian
satu tingkat (sekali lalu berhenti). Yang terjadi justru penganakpinakan akibat-akibat
mengerikan itu secara tak henti dalam lingkar setan ketidakbahagiaan dan kesakitan
bangsa Indonesia. Kehidupan yang tidak didukung pendayagunaan kecerdasan yang
menyeluruh kian banyak meresapkan ketidakbahagiaan dan kesakitan. Lalu, insan-insan
yang tidak bahagia dan merasakan kesakitan akan menganakpinakkan kekerasan,
ketidakpiawaian, dan kegagalan baru.
Kita perlu mengejawantahkan kehidupan yang didukung pendayagunaan kesembilan
kecerdasan secara menyeluruh, karena hal itu akan lebih memungkinkan penghayatan
kebahagiaan dan pengejawantahan kebaikan penuh (Armstrong, 1993, 1999). Dengan
demikian, lingkar setan kekerasan, ketidakpiawaian, dan kegagalan dapat dipatahkan,
digantikan gerakan tumbuh kembang sehat yang membuahkan kesejahteraan serta
kebaikan bagi seluruh bangsa. Ini bisa dimulai dari pendidikan yang secara saksama dan
jujur dilaksanakan demi menumbuhkembangkan kecerdasan tiap insan pembelajar Indonesia.
Sumber:
Kompas Senin 31 Juli 2006
Komentar
Posting Komentar